profile-image

mama aufar~tristan

ibu rumah tangga
0
Cerita
0
Joy
 

Fan board

Nisa Nurhalimah💜
Hello kak, salam kenal. Jika berkenan, mampir yu ke cerita ku. Sudah ada 3 judul. * LUKA HATI ISTRI (tamat) * MISTERI RUMAH BERLANTAI * JANDA SEBELAH Semua cerita GRATIS, ya kak. Terimakasih🤗
1
Sarinah
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa Baru Bab 1 Hari ini aku berangkat dengan sedikit tergesa-gesa. Pasalnya, motor yang aku gunakan mogok di tengah jalan. Beruntung, ada bengkel di dekatnya. Sungguh, pemilik bengkel benar-benar memilih tempat yang strategis. "Bu Ai, tumben terlambat," sapa Bu Eli. "Iya, Bu. Mogok," jawabku seraya meletakkan tas di atas meja. "Oh iya, ini daftar calon anak-anak yang akan sekolah. Bu Ai silahkan cek, nanti mereka akan datang." Buku panjang diletakkan Bu Eli di depanku. Segera aku membukanya. Namaku Aisyah Naura Illana, guru honorer di salah satu TK. Bulan ini adalah waktu untuk pendaftaran calon murid baru. Ah, bukan murid sebenarnya, aku lebih suka jika menyebutnya anak-anak TK. Pukul sepuluh aku masuk ke ruangan yang sudah berisi orang tua dan anaknya. Riuh suara anak-anak sangat khas di telinga. "Selamat pagi," sapaku. "Pagi," jawab mereka serempak. Bersama dengan Bu Eli kami lantas duduk di kursi paling depan berhadapan dengan orang tua dan anaknya. Setelah acara perkenalan, kemudian mulai membagikan seragam sekolah. Satu per satu mulai dipanggil. "Ananda Zivanna Ilham." Terakhir, aku memanggil nama yang tertera pada daftar buku. Seragam sudah aku siapkan di meja. Gadis kecil dengan kuncir dua mendekat. "Selamat pagi, Bu Guru," ucap gadis kecil itu. Aku menengok mencari pendampingnya, namun tidak kutemukan orang lain di ruangan. "Pagi juga Zivanna. Zivanna cantik banget, sama siapa, nih ke sekolahnya?" "Sendiri. Tadi diantar sama Mang Udin tapi sudah pulang. Katanya Papah mau datang tapi nggak tahu ada di mana," jelas Zivanna khas dengan suara anak-anak. "Wah, Zivanna hebat. Kalau begitu, Zivanna tunggu di sini dulu sampai Papah jemput, ya …." Gadis kecil dengan lesung pipi itu mengangguk. Aku kemudian memintanya untuk duduk di sampingku. Sembari menunggu, aku kemudian mulai menyalin nama anak dan orang tua pada buku arsip. Hingga pada nama terakhir aku harus menajamkan penglihatan ku. Zivanna Ilham nama ayah Rezandy Ilham. Tidak … tidak … ini pasti hanya nama yang sama. Nggak mungkin jika Rezandy Ilham adalah nama orang di masa laluku. Tapi, kalau ternyata benar bagaimana? Berarti gadis kecil di sampingku adalah anak dari mantanku dan dia akan jadi anak didiku? Kutatap lekat Zivanna, apa mungkin ada kesamaan pada wajah Mas Reza. Mata itu? Mata itu sangat mirip dengannya. Ah, jangan begitu Ai, bisa saja memang mirip. Aku mencoba untuk berpikiran positif. "Selamat pagi." Suara bariton dari seseorang mengagetkanku. Namun, ada yang lebih mengagetkan setelah aku mendongak. Wajah yang selama tujuh tahun aku lupakan kini tepat berada di depanku. Ya, ternyata memang benar. Ayah dari Zivanna adalah mantanku tujuh tahun yang lalu. "Selamat pagi," sahutku setelah aku tersadar dari lamunan. "Ka-mu," ucapnya tercekat. Sama sepertiku tadi, dia juga kaget setelah melihatku. Sorot matanya masih sama seperti dulu, penampilannya sudah sedikit berbeda. Jika dulu aku sering bersama dengannya memakai kaos, kini dia datang dengan memakai kemeja putih yang lengannya dia lipat sampai ke siku. Sedangkan parasnya, tidak berubah dari dulu. Tampan. "Namanya Bu Guru Aisyah, Pah …," celetuk Zivanna membuyarkan pikiran. "Iya, Papah tahu," sahutnya. "Saya Aisyah, yang nantinya akan jadi guru sekaligus wali kelas Zivanna. Ini seragam dan mohon formulir ini diisi," jelasku berusaha menetralisir keadaan walaupun di dalamnya jantungku sudah berdetak tidak karuan. Untung saja Bu Eli tadi keluar dari ruangan, jadi tidak ada yang tahu betapa gugupnya aku kali ini. Mas Reza kemudian membungkuk, meraih formulir yang aku serahkan dan mulai mengisinya. "Ini." Diserahkannya formulir itu padaku lantas mereka pamit pergi. Sungguh, aku tak menyangka jika aku harus menjadi wali dari anak mantanku. "Bu Ai, tadi siapa?" Bu Eli yang masuk ke ruangan langsung bertanya. Dia memang tadi berpapasan dengan Mas Reza saat keluar. "Wali murid, kenapa?" "Ganteng euy, coba kalau anak sekolah sama orang tuanya. Lumayan buat cuci mata," selorohnya. "Bu Eli, gimana kalau tukeran wali kelas? Bu Eli yang jadi wali kelas TK A? Barangkali Bu Eli bisa tuh dekat sama ayahnya Zivanna." "Pengen, tapi … pasti nggak boleh sama Bu Kepsek." Bu Eli kemudian duduk lesu di hadapanku. Kedua tangannya menopang dagu. Aku juga sepemikiran dengannya, Bu Kepsek pasti tidak bisa merubah keputusannya. Pukul empat sore pekerjaan sudah selesai, saatnya untuk kembali ke rumah. Lumayan juga pekerjaan hari ini, biasanya jam dua juga sudah selesai tapi berhubung besok adalah hari pertama anak-anak masuk jadi aku sedikit menghias kelas agar terasa lebih ceria. Motor matik berwarna hitam tinggal satu-satunya yang terparkir. Berulang kali aku mencoba untuk menyalakan mesinnya tapi tetap saja tidak mau hidup, bahkan secara manual juga sudah aku lakukan. "Mogok lagi, masa iya aku harus dorong," sungutku sebal. Terpaksa aku mendorong motorku keluar dari sekolah. Bengkel yang aku tuju lumayan jauh, mana sekarang matahari masih semangat bekerja. Kalau kaya gini kulitku bisa-bisa jadi tambah eksotis. Coba kalau aku jadi orang kaya, naik mobil pakai AC jadi nggak dorong motor butut kaya gini. Sampai di bengkel, aku harus menunggu hingga mekaniknya mulai memperbaiki motorku. "Lama nggak, Mas?" "Lumayan. Ini harus dibongkar dulu mesinnya." Entah hari apa sekarang, pagi mogok siang ketemu mantan sore berakhir di bengkel. "Nana." Panggilan itu tidak asing terdengar. Aku hafal betul siapa orang yang memanggilku dengan nama itu. Satu-satunya orang yang memanggilku dengan panggilan Nana hanya dia. Benar dugaanku, Mas Reza kini berdiri di sampingku. "Kenapa di sini?" tanyanya menyelidik. "Makan!" "Wah, baru aku tahu kalau bengkel itu tempat makan. Aku kira bengkel itu tempat buat perbaiki kendaraan." "Nah, itu tahu. Pakai nanya!" "Kamu masih sama seperti dulu, Na. Semakin gemes kalau lagi marah." Mataku mendelik mendengar ucapannya. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. "Hei, kita makan yuks, itu ada kios bakso. Makanan favorit kamu, 'kan?" Lagi-lagi dia masih saja ingat dengan apa yang aku sukai. "Terima kasih, tapi aku masih kenyang," tolakku. Kruyuuk Duh, kenapa malah perutku bunyi? Malu-maluin aja, padahal tadi aku bilangnya kenyang. "Nah, perut memang nggak bisa bohong. Udah, ayo makan …. Hanya makan bakso aja, Na," bujuknya seraya mendorong tas ransel yang masih berada di punggungku. Mau tidak mau aku mengikutinya. Semangkuk bakso panas aromanya menguar. Makanan berat kesukaan segera aku makan. Memang cuaca dan perut yang kosong sangat mendukung untuk menghabiskan bakso ini. "Mau tambah lagi?" tawarnya saat melihat mangkokku yang sudah kosong. Aku menggeleng, kalau bisa bungkus saja. Sepuluh. Ups. Untung saja ucapnya cuma dalam hati. "Kamu tambah cantik, Na …. Pipimu yang tembem, sama tingkahmu yang lucu selalu membekas di ingatanku. Rasa ini masih sama seperti dulu." "Maaf, ini sudah sore. Aku mau pulang dulu." Aku tak mau membahas lebih jauh, kuputuskan untuk pergi meninggalkannya. Sampai di bengkel ternyata motorku belum selesai, jadi aku duduk untuk menunggu. Sementara itu, tidak lama setelahnya aku lihat Mas Reza juga pergi dengan mengendarai mobil mewah. Jadi, kamu sekarang sudah sukses, Mas. Batinku. Satu jam kemudian aku sudah sampai di rumah. Laki-laki bergelar suami menyambutku dengan hangat. Tas punggungku diraihnya dan dibawakan masuk. "Adek pasti capek, Mas sudah siapkan air hangat untuk mandi," ucap Mas Adit. "Makasih, Mas. Kenapa repot-repot?" "Nggak repot, 'kan Mas balik duluan nggak ada salahnya masak air buat mandi istri tersayang. Buruan, gih, mandi nanti Mas pijitin." Malamnya suamiku benar-benar memijat kakiku. Aku tahu sebenarnya dia yang lelah bekerja sebagai karyawan di toko bangunan tapi justru sekarang dia yang memijit kakiku. Bayangan Mas Reza justru melintas, keadaannya berbanding terbalik denganku. Dia yang sudah sukses sementara aku masih hidup pas-pasan. Coba kalau aku dulu yang jadi jodohnya. Astaga, mikir apa aku? Di depanku ada laki-laki tulus tapi malah aku berpikir seperti ini. Aku jadi menyesal, tadi sudah makan bakso bareng mantan. Apa aku muntahkan saja, ya? Ponsel di sampingku terus bergetar, segera aku meraih dan membukanya. Ternyata pesan dari grup wali murid. Aku memang membuatnya dengan tujuan untuk mempermudah komunikasi. Satu per satu pesan aku baca hingga pada bagian akhir satu pesan membuatku terhenyak. [ Selamat malam, Bunda ….] Pesan dari mantan sekaligus wali muridku. 🌹🌹🌹 Hai, Ka, mampir ke ceritaku yuks gratis 🤗🤗🤗
1
Faida Risqiana
Assalamualaikum, salam kenal ya Kak, bila berkenan yuk mampir ke ceritaku, judulnya Kegagalan Membawa Berkah 🙏☺️
1
Dwi Padma Y
#GODALAH_SUAMIKU_JIKA_MAMPU Yang suka GIVE AWAY kuy mampir baca dan komen. Klik akun Dwi Padma Y...
1
Srhy Chan
Assalamualaikum kakak,,,, aku pendatang baru di joy, mohon dukungannya kak, jika berkenanang follow akun aku yah kak...🙏🙏🙏 dan jangan lupa mampir di cerita aku CINTA SUCI GADIS DESA" Free kok. terimah kasih kak😊😊😊😊
1
Devi citra
Salam kenal kak 🙏,, jika berkenan baca ceritaku "Langit Senja"😊
1